Pada suatu sore tahun 2017 lalu, Kardie menemui kami di sebuah hotel di Kuala Kurun, sebuah kota kecil di pedalaman Pulau Kalimantan.
Kuala Kurun merupakan pusat pemerintahan kabupaten dan secara administratif berada di bawah Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Saat itu, Kardie telah mengetahui kedatangan tim kecil kami sebagai wartawan yang sedang menginvestigasi perusahaan perkebunan sawit yang telah menyerobot habis hutan-hutan di sekitar desanya dengan begitu cepat di Tumbang Pajangei.
Kardie memberi tahu kami garis besar ceritanya. Tahun 2016, Kardie terpilih untuk memimpin desa. Dan tak lama kemudian, ia mengetahui bahwa kepala desa sebelumnya telah menandatangani serentetan dokumen yang memungkinkan perusahaan perkebunan untuk masuk dan mencaplok lahan-lahan di desa. Tentu saja, hal itu mengejutkannya dan tokoh masyarakat lainnya. Mereka telah mengajukan keberatan ketika beberapa kali diminta untuk bertukar pandangan.
Bagi kami sendiri, setelah melakukan investigasi terhadap kesepakatan serupa di Kalimantan selama beberapa bulan, hal itu tidaklah mengagetkan karena memiliki pola yang cukup familier. Penduduk desa maupun masyarakat adat tidak memiliki hak yang diakui secara resmi oleh negara atas tanah mereka. Masyarakat hanya mempercayakan urusan tersebut pada hukum adat dan sistem kepemilikan adat (umumnya tidak tertulis) yang telah ada dan hidup dari generasi ke generasi. Hal itulah yang dieksploitasi oleh oknum pemerintahan setempat untuk mengeluarkan kontrak-kontrak lahan. Kekacauanpun tak dapat dielakkan. Sebagian masyarakat pasrah menerima uang kompensasi yang terbilang kecil, sedangkan sebagian lain terus bertahan untuk menolak. Sementara itu, laju ekspansi perkebunan dalam skala industri terus berlanjut tanpa bisa ditawar lagi.
Nasib Tumbang Pajangei hanyalah satu bagian kecil dari serentetan kisah besar yang kami telusuri sepanjang tahun 2017 di mana kami menyelidiki tentang bagaimana dan mengapa politisi yang dipilih untuk melayani masyarakat adat seperti Kardie, justru menjual tanah-tanah adat ke sektor swasta. Pada artikel berjudul “Tangan-tangan Setan Bekerja,” kami memaparkan hubungan antara transaksi perkebunan yang memberikan dampak bagi desa dan banyak lagi izin lahan yang menjadi skandal korupsi besar. Penduduk desa menjadi korban dan mengalami kerugian sebagai akibat dari suatu “permainan” yang jangkauannya jauh lebih besar dari yang bisa dikira.
Pada hari berikutnya, atas undangan Sang Kepala Desa, kami mengunjungi Tumbang Pajangei untuk melihat sendiri bagaimana perkebunan telah mempengaruhi kehidupan masyarakat di desa.
Silakan menyaksikan ulasan kami tentang profil Kardie untuk mencari tahu lebih lanjut dan temukan cerita lengkap tentang itu dengan membaca artikel “Tangan-tangan Setan Bekerja”.